Thursday, June 2, 2016

Mengapa Aku Terlahir Culun: Menyembuhkan ‘Luka’ Akibat Bully

Artikel ini tidak ditulis oleh seorang pakar psikologi. Artikel ini ditulis oleh seorang biasa yang pernah merasakan betapa pedihnya bully. 

Alasan umum mengapa seseorang menerima bully:

* Culun
* Bodoh
* Jelek
* Kuper
* Lemah

Di atas adalah 5 dari sekian banyak alasan mengapa seseorang menerima bully. Tapi sebetulnya, alasan paling crusial mengapa seseorang sampai dibully adalah, dia sendiri yang mengijinkan dirinya dibully. 

Misalkan saya. Ketika saya dibully karena alasan-alasan di atas (contoh, jelek) bukan berarti saya benar-benar jelek. Lingkunganlah yang mengatakan demikian, dengan segala standar cantik yang mereka lihat di televisi atau di dalam pikiran mereka sendiri. Dan saya mengijinkan mereka membully saya. Karena rasa takut mau pun karena kelemahan saya. Seandainya orang pertama yang berkata buruk tentang saya, saya balas dengan bogem atau semacamnya, apakah akan ada orang kedua? Kejadian kedua?

Saat ejekan itu datang dengan tertawaan, rasa benci, dsb, biasanya korban bully tidak memiliki siapa pun yang menguatkan mereka dan mengatakan bahwa semua itu tidak benar. Sehingga mereka mulai percaya apa yang dikatakan orang lain bahwa mereka itu jelek, bodoh, lemah, dsb.

Bayangkan. Di saat semua anak sibuk dengan riangnya dunia bermain. Seorang anak yang pernah bahkan sering dibully mulai sibuk berpikir tentang betapa tidak berharga dirinya. Itu yang membuat mereka lebih mudah murung dan sedih.

Dalam mengatasi hal ini, peran orangtua lebih dari sekedar penting. Di masa-masa sulit itu, saya tidak ingat sekali pun ibu atau ayah saya pernah bertanya apa yang terjadi di sekolah. Saya juga enggan mengadu karena takut tidak dianggap. Saya tahu mereka lelah. Tapi saat mengingat itu semua, saya tidak bisa menyalahkan orangtua saya. Sebab saya tahu mereka tidak pernah belajar parenting seperti orangtua modern.

Rasa sakit akibat bully itu terbawa sampai dewasa. Saat dewasa, selalu ada dua kemungkinan. Pertama, korban bully menjadi sangat ambisius terhadap banyak hal. Kedua, mereka justru menganggap dunia ini gelap, kejam, tidak baik kepada mereka, dan mereka tidak mungkin bisa baik di bidang apa pun.

Saya, termasuk yang pertama. Rasa sakit itu seperti bensin yang disulut api di sekujur tubuh saya. Sepanjang sisa hidup saya, tidak akan saya biarkan siapa pun merendahkan saya seperti itu lagi. Mendefiniskan diri dan kepribadian saya. Saya tidak mau lagi. [richybelleza.blogspot.com] Saya selalu berusaha mendapatkan apa yang saya inginkan, menjadi yang terbaik. Di atas semua itu, saya selalu ingin menjadi orang baik. Dan sangat sakit rasanya bila melihat hal-hal yang mengingatkan saya akan luka masa kecil itu.

Saya haus akan pengakuan. Sampai saya sadar, semua itu melelahkan saya. Seperti ada lintah yang menghisap seluruh energi yang saya miliki. Tidak pernah penuh, bagaimana pun energi itu diisi ulang.

Dan saya memutuskan, untuk memaafkan. Merelakan semua luka yang pernah terjadi di masa kecil saya. Yang dengan atau tanpa sadar telah dibuat oleh orang-orang di sekitar saya. Lagi pula mana mungkin mereka meminta maaf? Mereka bahkan tidak sadar apa yang mereka lakukan/katakan itu menyakiti kita.

Rasanya? Tidak ikhlas. Belum ikhlas. Tapi setidaknya jauh lebih ringan. Kalau pun saya ingin menjadi yang terbaik, mendapatkan apa yang saya inginkan, itu semua untuk saya. Murni untuk saya. Bukan untuk membuktikan kepada siapa pun, sebab tidak seorang pun peduli. Pada akhirnya, semua merupakan tanggung jawab saya kepada Tuhan.

Sabarlah bila Anda saat ini masih menerima bully. Katakan saja perasaan Anda. Katakan bahwa perbuatan/perkataan mereka menyakiti Anda. Seseorang tidak akan mengerti sampai dia diteriaki. Jangan dipendam. Itu hati, bukan sumur sedalam puluhan meter.

Dan bersyukurlah. Karena tidak ada orang yang diuji dengan bully yang tidak menjadi hebat. Sebaiknya jadikan rasa sakit kita sebagai bahan bakar untuk melesat menjadi yang terbaik dalam kehidupan yang singkat ini.

Saya, tanpa semua rasa sakit yang pernah saya rasakan, tidak mungkin bisa melangkah sejauh sekarang. Tidak pernah merasa terpukul untuk menjadi diri saya yang lebih baik, terbaik.

Dan untuk siapa pun yang masih senang menebar racun bully. Siapa pun kamu. Apa pun jenis kelaminmu. Berapa pun usiamu. Dari mana pun kamu berasal. Selamat, ya. Selamat bahwa kehidupan kamu tidak akan baik. [richybelleza.blogspot.com] Karena ada banyak hati yang terluka dengan ucapan/tindakan kasarmu itu. Doa hati yang terluka lebih mudah diapprove oleh Tuhan. Pikirkan deh. Barangkali itu yang bikin hidup kamu sulit dan menyedihkan.

Tambahan. Sebagai contoh, beberapa (bukan) teman SD yang dulu suka ngatain saya begini-begitu. Yang gara-gara congornya itu saya sering menangis di jalan pulang. Hidupnya sekarang begitu-begitu aja, tuh. Masa depan mereka juga nggak bagus-bagus amat. Ada yang sudah menikah kemudian bercerai di usia yang sangat muda, ada yang (maaf) hamil di luar nikah, ada yang orangtuanya bercerai, dsb.

Saya tidak serta merta ngetawain mereka. Na’udzubillah. Saya cerita begini hanya untuk menunjukkan bahwa kita nggak minta mereka dapat balasan pun, mereka dibalas. Bahkan dengan cara-cara yang lebih kejam yang kita sendiri nggak kepikiran. Jadi santai aja, bro. Rileks aja, sist. Kita semua ada yang jagain. Yang nggak akan tinggal diam kalau kita dilukain.

Mungkin itu sebabnya kenapa korban bully lebih banyak yang sukses. Meski pun kecilnya culun dan nggak banget. Tapi mereka pasti cerdas. Setidaknya cerdas untuk tidak membalas. Menangis tanpa mengemis belas kasihan. Hanya bersimpuh mengharap perlindungan Tuhan.

Dan mungkin itu pula sebabnya, mengapa yang suka ngebully hidupnya cenderung berantakan. Hayo kenapa? Nggak perlu dijelasin lagi lah, ya. Kita doain aja semoga mereka insyaf.

"Sampai Kapan pun, Nobita akan selalu lebih beruntung dari Giant."

Mengapa Aku Terlahir Culun:
Menyembuhkan ‘Luka’ Akibat Bully
Kalau kita sudah sampai di satu titik dimana kita bisa mensyukuri bahwa kita pernah banyak terluka. Semoga itu tanda bahwa kita sudah sembuh. Kehidupan akan semakin baik. Dan semoga kita semakin dekat dan disayang oleh-Nya.

Semoga menginspirasi.

XOXO,
Richy

No comments:

Post a Comment