![]() |
Pengalaman Mengikuti Seleksi Beasiswa Kampus Bisnis Umar Usman |
Kenapa hanya seleksi masuknya? Hmm.. gitu aja nanya. Ya karena
nggak lolos! Hehee.. Meski ini cerita lama, saya harap tulisan ini tetap bisa bermanfaat.
Pada Selasa, tepatnya
12 Januari 2016 yang telah lewat, saya mengikuti tes masuk Beasiswa Sekolah Bisnis Umar Usman yang belokasi di Philantrophy Building, Pejaten. Saat itu saya masuk kelompok kedua, setelah sebelumnya kelompok pertama sudah lebih dulu melaksanakan tes pada hari Senin, 11 Januari 2016.
12 Januari 2016 yang telah lewat, saya mengikuti tes masuk Beasiswa Sekolah Bisnis Umar Usman yang belokasi di Philantrophy Building, Pejaten. Saat itu saya masuk kelompok kedua, setelah sebelumnya kelompok pertama sudah lebih dulu melaksanakan tes pada hari Senin, 11 Januari 2016.
Saya mendapat info ini dari adik tingkat saya Yuliantika
Azizah, via BBM pada awal Desember 2015. Sebelumnya saya tidak pernah mendengar
tentang kampus ini, sama sekali. Dan setelah mendapat info itu saya baru
mencari tahu dan wah.. ternyata memang keren banget!
Tokoh sentral dibalik
sekolah ini adalah Bpk. Iphho Santosa. (Bapak? Hmm iyalah masak ibu!) Tentunya
nama besar beliau sangat berperan mengangkat reputasi kampus ini di kemudian
hari. Itu menurut saya sih. Kalau saya salah ya nggak usah dimarah-marahin. [richybelleza.blogspot.com] Info tersebut saya dapat selang beberapa hari setelah saya tidak
lagi bekerja di sebuah perusahaan, sebut saja Rumah Duka. Dan tentunya tidak
akan saya sia-siakan kesempatan ini!
- Persiapan
Saya pun membaca dengan seksama apa saja
yang harus dipersiapkan. Berkas yang dibutuhkan saat itu terdiri dari CV, Kartu
Keluarga, KTP, Ijazah terakhir yang sudah dilegalisir, bukti transfer
pendaftaran sebesar 300rb, dan.. apa lagi, ya? Kayaknya udah sih itu aja.
Pada saat itu berkas yang tidak saya miliki adalah KK yang
hilang entah kemana. Akhirnya langsung saya meluncur dari Cengkareng ke Bogor
guna minta tolong kakak sulung saya yang kebetulan adalah Pak RT setempat,
untuk membuatkan KK yang baru. Hhhmm..sebetulnya lewat telepon juga bisa, sih.
Tapi rasanya kurang afdol. Saya kan serius banget nih ceritanya pengin ikutan tes. Jadi harus
ada effortnya lah!
Dua minggu berselang, saya dapat kabar bahwa KK sudah jadi,
tapi salah! Malah nama saya yang tidak tercantum disitu! Oh No! Gimana sih? Padahal
di KK itu harusnya ada nama orangtua dan saya sebagai anak bungsu, satu-satunya
yang belum menikah. Malah nama saya yang dibuang! Gendeng!
Ahh.. disitulah saya mulai berkecil hati. Batas pendaftaran tanggal 30 Desember (kalau tidak salah ingat), tinggal satu minggu
lagi. Saya akhirnya berujar dalam hati, ‘Ya sudahlah, mungkin ini memang belum
rejeki saya. Saya ikhlas. Pasti ada orang lain yang lebih berhak untuk ini.’
Dan jeng-jeng... tidak lama setelah saya memutuskan untuk
tidak ikut, ibu saya telepon dan bilang kalau KK sudah jadi! Kali ini tidak ada
kesalahan, sudah betul! Saat saya menerima telepon itu, saya baru saja naik
kereta dari Stasiun Bogor mau balik ke Cengkareng (kereta sudah mau jalan),
habis menginap di rumah teman saya di dekat dekat situ. Padahal, kalau 5 menit
lebih awal saja saya menerima telepon dari ibu, saya bisa keluar stasiun dan tinggal
naik angkot pulang ke rumah orangtua saya untuk ambil KK! Ah sudah suratannya
seperti itu memang.
Hari itu saya tiba di kostan saya di Cengkareng sore hari
dan sangat kelelahan. Saya hanya sempat mandi dan sholat ashar, untuk kemudian
langsung meluncur ke rumah orangtua saya sore itu juga. Jalanan sangat macet.
Saya baru tiba di Stasiun Rawa Buaya menjelang isya!
Sampai rumah hampir jam 10 malam, saya langsung
ngobrol-ngobrol dengan orangtua saya. Bapak saya berpesan, ‘Bapak selalu
mendoakan. Bukan apa-apa. Kalau nanti nggak lolos tes, nanti dikiranya bapak
nggak nge-doa-in, lagi.’ Hahaha itu lah Bapak yang sangat
saya cintai. Padahal nggak usah bilang gitu juga saya paham banget bapak selalu
mendoakan saya.
Keesokan harinya saya balik ke Cengkareng, menyiapkan
berkas-berkas yang dibutuhkan, dan pergi ke warnet untuk kirim email. Secarra,
nggak ada hotspot wi-fi segala macam. Nyambung dari handphone juga lemotnya
minta ampun. Jadi ya sudah saya ngacir aja ke warnet. Warnet yang terdekat
penuh pula. Penuh sama anak kecil yang masih alus-alus banget.
Akhirnya saya
jalan kaki dari Taman Kencana ke Menceng. Disana ada satu warnet yang beberapa
kali saya datangi. Siang bolong, panas minta ampun. Demi ikut tes!
Dokumen sudah dikirim. Sorenya saya dapat sms konfirmasi
dari pihak kampus tentang tanggal pelaksanan, dress code, dll.
- Hari H
![]() |
Pengalaman Mengikuti Seleksi Beasiswa Kampus Bisnis Umar Usman |
Sudah cukup cerita pengantarnya. Langsung ke hari H saat tes
dilaksanakan. Disitu saya bertemu dengan sekitar 60-an orang yang kebanyakan
lebih muda dari saya, tapi jauh lebih hebat! Mereka sudah jadi pengusaha
betulan! Ada yang bisnis pangan, wedding organizer, fashion, dan masih banyak
lagi. Mereka semua sudah hidup mandiri dari hasil usaha mereka, bahkan sudah
dan akan memberangkatkan orangtua mereka untuk umroh! Ckckck... da saya mah
apah atuh :D
Sepanjang tes dilaksanakan saya lebih banyak diam dan entah
kenapa tidak bergairah untuk memulai obrolan dengan siapa pun. Padahal semua
orang asik kenalan dan cerita-cerita. Saya mah diem aja kayak alien. Diajakin
selfie juga nggak pernah saya gubris. Kalau saya jadi orang lain dan melihat
diri saya saat itu, dengan sikap saya yang seperti itu, haha saya pasti bakalan
sebel banget. Kesannya angkuh, belagu!
Padahal sama sekali tidak seperti itu! Saya terlalu sibuk
dengan pikiran saya sendiri! Dan merasa diri... tidak sepadan dengan mereka!
Ooohh.. mereka itu sholeh-sholehah! Kerudungnya panjang-panjang, yang laki-laki
juga sudah tampang boss semua! Kebetulan para peserta tidak boleh saling
panggil nama saja, harus ada awalan ‘Boss’. Jadi semua yang kuliah disini
dipanggil ‘Boss A, Boss B’. Waahh, seru kan! Belum kaya-kaya amat udah
dipanggil boss! Hehe.. just kidding, Boss!
Test yang pertama adalah interview. Saat itu saya masuk di
Base 5, urutan keempat. Pas interview itu ditanya macam-macam. Ya iyalah! Kalau
satu macam, bukan interview namanya. Kelahiran kapan, punya usaha apa omsetnya
berapa, tinggal dimana, kalau diterima disini siapa yang tanggung untuk
akomodasi dan keseharian. [richybelleza.blogspot.com]
Terus, kalau nggak keterima (bahasa interviewernya
belum berjodoh), mau masuk lewat jalur reguler atau tidak? Hmm.. ini sih bukan
pertanyaan, tapi kode. Haha. Ya saya jawab nggaklah! Saya kalau punya uang, ya nggak bakal
bela-belain ikut tes beasiswa. Hhmm..
Lanjut ke tes berikutnya, yaitu General Discuss. Disini ada
40 pertanyaan rebutan. Semua yang mau jawab harus angkat tangan tinggi-tinggi.
Sudah angkat tangan pun belum tentu ditunjuk, apa lagi nggak angkat tangan! Di
sesi ini saya mendapat kesempatan menjawab beberapa pertanyaan yang kalau saya
ingat-ingat, banyak yang ngaco jawaban saya. Mungkin karena spontan dan gugup,
otak jadi nggak bisa mikir. Maklum jarang dipake.
Dan pertanyaan terakhir adalah, ‘Siapa yang berani
mengundurkan diri dan memberi kesempatan pada mereka yang lebih berhak, dan apa
alasannya?’ Ya.. kira-kira begitulah pertanyaannya.
Gila nggak? Sudah
capek-capek ikut test, eh.. ada pertanyaan seperti itu? Disinilah kebesaran
hati dan jiwa peserta diuji. You know what? Buanyak sekali peserta yang maju!
Mereka semua hebat-hebat dan berbesar hati sedemikian rupa! Mereka mengemukakan
alasan dengan mata berkaca-kaca dan sebagian hampir menangis haru! Semoga Allah
senantiasa meliputi mereka dengan karunia-Nya..
Sedangkan saya yang pecundang ayam sayur ini nggak berani
maju! Ah.. itu sangat saya sesali dan masih mengganggu saya jika sesekali
terlintas dalam pikiran. Padahal itu kesempatan saya satu-satunya untuk pegang
microphone. #What?? Hahaha
Sesi terakhir, peserta diminta menjawab 10 pertanyaan yang
sudah ditanyakan di General Discuss sebelumnya, melalui tulisan. Katanya, sih,
untuk memberi kesempatan peserta yang tadi nggak dapat kesempatan menjawab. Dan
pada pertanyaan ke sepuluh, kita diminta menuliskan 10 nama teman yang ingin
kita rekomendasikan untuk sekolah disini berikut nomor telepon mereka.
Saya
nggak bisa kasih ini karena di handphone saya yang sebentar-sebentar harus
di-reset (saking bututnya haha), saya hanya simpan nomor telepon orangtua dan
supplier barang dagangan saya, apalagi kalau bukan Moel Rizette! Hehe promo
sedikit.
Akhirnya selesai. Saya sudah memberikan apa yang bisa saya
berikan. Dan jika orang lain bisa memberikan lebih, go ahead, it’s for them.
Sehabis maghrib saya naik busway menuju kost tercinta di
Cengkareng. Sangat, sangat, sangat lelah, dan lapar! Haha. Di sepanjang jalan,
saya termenung sendiri. Ada satu sisi hati yang mengatakan, sebaiknya saya tidak
diterima. Karena saya takut. Beasiswa ini kan menggunakan dana ummat. Saya
khawatir tidak bisa amanah. Lagi pula saya nggak bagus-bagus amat. Boro-boro
bagus. Hhmm.. sedih dah kalau diceritain mah! Hahaha
- Hasil
Keesokan harinya, saya tidak menemukan nomor
urut saya (129) di halaman pengumuman hasil seleksi tahap I, yang bisa lanjut
ke tahap berikutnya. Padahal, samping kanan, kiri, dan dua orang yang duduk di
belakang saya lolos! Jadi urutan yang lolos itu 128, 130, 131, nggak ada tuh
129! Ah.. itulah!
Kan nggak bisa semua jadi pemenang. Dunia ini nggak seru
kalau jadi jagoan semua! Jadi harus ada orang seperti saya yang bisa menerima
kekalahan dengan lapang dada. Weks.
Saat itu saya sudah tidak peduli lagi. Saya sudah tidak
peduli saya mau diterima, mau nggak, terserah Allah aja. Karena cuma Beliau
paling tahu yang terbaik untuk saya.
Sebelumnya saya cuma memohon untuk
dijauhkan dari rasa sedih dan kecewa, kalau memang hasilnya tidak seperti yang saya bayangkan. Dan alhamdulillah
terasa ringan saja sampai hari ini. Cuma sedikit pusing aja kalau inget
jawaban-jawaban saya di General Discuss. Payah!
Bagi saya, tes beasiswa seperti ini adalah ajang promosi
yang sangat keren dan efektif. Empat lima pulau terlampaui. Sekali teguk habis
dua gentong. Halah. Dengan iming-iming ‘beasiswa’, semua orang dari seluruh
Indonesia yang ingin belajar bisnis pada datang berebut!
The Power of Gretongan
memang magnet yang kuat banget! Mau nggak mau tiga ratus orang lebih jadi tahu dan
semakin tahu tentang kampus ini, bagaimana culturenya, keunggulan-keunggulan yang
ditawarkan dsb. Selain makin bikin ngiler, itu pasti viralnya dapet banget!
Contohnya saya, nih, langsung bawaannya pengin posting di blog! [Meski baru sempat diposting sekarang]
Selain itu, melalui tes masuk untuk program beasiswa ini,
pihak kampus jadi punya celah untuk promosi jalur ‘reguler’. Apalagi, peserta
yang tidak lolos tes beasiswa dikasih ‘diskon’ kalau mau masuk jalur reguler.
Apa yang salah dengan itu? Ya nggak ada! Itu keren, asli
keren. Bahkan orang banyak yang nggak sadar akan pola marketingnya. Tapi saya
sadar, dan saya bantu Anda biar sadar juga. Maksudnya biar bisa nyontek gitu
kalau suatu saat mau bikin promosi buat lembaga/sekolah-sekolah antum (buat
yang punya sekolah). Dan pastinya benahin dulu kualitas lembaganya. UU sih memang
asalnya udah keren. Pakek cara begini ya jadi makin keren. Kalau lembaganya
masih banyak yang harus diperbaiki, sana sini banyak yang belum bener, pasang
beasiswa juga blom tentu ngaruh! Hehe sok tua ya saya. Maap-maap.
- Hikmah
Oke. Saatnya menyingkap udang dibalik bakwan, merenungi
hikmah dibalik kejadian. Yang saya pahami, ada satu hal yang membuat saya tidak
lolos ke tahap berikutnya. Dan hal ini bersifat esensi, terlepas dari semua hal
teknis yang terjadi di depan atau pun di belakang layar.
Saya menganggap sekolah di Umar Usman adalah jalan
kesuksesan saya untuk menjadi pengusaha sukses seperti yang selalu saya
impikan. Dengan sekolah dan belajar disana, menjadi mahasiwa sana, saya akan
mendapatkan banyak sekali ilmu yang bisa menggiring saya menuju kesuksesan.
Jadi itu alasannya? Apanya yang salah? Hhmm.. yakin nggak
ada yang salah sama statement di atas? Coba baca lagi.
Disitu, saya fokus kepada ‘Sekolah di Umar Usman’ yang akan
‘menjadikan saya’ bla bla bla. Itulah pusat ranjaunya! Saya lupa, bahwa
kesuksesan, kekayaan, ilmu, masa depan cemerlang, dan sebagainya dan sebagainya
itu semua Allah yang kasih! Semuanya itu karunia dari Allah, Allah!
Pastinya
dengan jalan-jalan yang terserah Allah gimana mau ngasihnya! Sekolah di ABCD
itu cuma satu jalan, jadi pasti ada jalan yang lain! Toh kalau Allah mau suksesin
antum, nggak usah tamat SD* pun, sukses mah sukses aja! *Syarat dan Ketentuan
berlaku.
Mungkin itu yang bikin Allah nggak demen dan akhirnya
‘nyuruh’ panitia untuk tidak memilih saya dengan segala macam pertimbangan dan
perundingan. Dan karena hal ini saya merasa sangat pantas untuk tidak dipilih.
Semakin kamu merasa ‘something’, semakin kamu terlihat
‘nothing’. Saat saya merasa diri layak, saat itulah saya sebetulnya tidak
layak. Karena saya merasa diri lebih baik dari orang lain, lebih pantas. Dan kesombongan
sehalus apa pun lebih mendekatkan bencana dari pada surga!
Ahh... saya sama sekali tidak bermaksud menggurui. [richybelleza.blogspot.com] Maaf
kalau ada yang merasa demikian. Saya hanya ingin share saja apa yang saya
pahami dari kejadian ini. Agar tidak menjadi cerita tanpa makna, atau basa basi
tanpa isi.
Dan saya sangat bersyukur atas pengalaman ini. Menjadi kado
terindah di penghujung usia saya yang ke-23. Karena satu hari setelah tes, hari
dimana saya tahu bahwa saya tidak lolos, bertepatan dengan hari kelahiran saya :)
Maha Suci Allah yang telah mempertemukan saya dengan mereka
semua. Mata hati saya semakin terbuka untuk melihat kebesaran-Nya pada
kesuksesan tiap hamba-Nya.
Terimakasih juga untuk penulis buku Pola Pertolongan Allah,
Mas Reza Rhendy, yang dengan bahasanya yang halus, mengajarkan saya untuk sigap
membaca hikmah dan pesan cinta-Nya pada setiap kejadian dalam hidup saya. Termasuk yang satu ini.
Jangan lupa follow Instagram ana di @bellezarichh biar makin rame. Makasih yah semuanya, dadaaaahh...!!
Wassalam,
Richy
No comments:
Post a Comment